Minggu, 12 Juni 2011

HASTABRATA

Kisah kepemimpinan

Sebuah wejangan kuno dari perwayangan.

Konon menurut cerita, ketika Raja Rama meninggal, tersebar kabar, bahwa mahkota
beliau yang memiliki 8 permata telah hilang. Semua orang jadi sibuk mencari.

Termasuk Arjuna. Dan dalam pencarian yang sia-sia, akhirnya Arjuna memberanikan
dirinya bertanya kepada gurunya, agar diberikan wangsit untuk kemana mencarinya.
Sang guru lalu tertawa, dan menjelaskan bahwa 8 permata itu cuma simbol belaka.
8 permata itu disebut HASTA BRATA, yaitu hasta = delapan dan brata = langkah .
HASTA BRATA, merupakan 8 langkah bagaimana seorang pemimpin harus bertindak.
HASTA BRATA terdiri dari 8 simbol alam yang menyiratkan 8 prinsip kepemimpinan:

1. Surya atau matahari. Matahari adalah sumber kehidupan di bumi. Seorang
pemimpin harus menjadi titik api yang sama. Dialah sumber inspirasi, semangat
dan motivasi bagi para pengikutnya. Sang pemimpin juga harus selalu adil.
Seperti matahari yang menerangi semua orang tidak peduli kaya atau miskin.
Semuanya diperlakukan adil dan sama rata, tanpa diskriminasi.

2. Chandra atau bulan. Seorang pemimpin yang diteladani, justru disaat krisis
dan masa-masa sulit harus bisa menjadi bulan. Yaitu pemimpin yang mampu
memberikan pencerahan di kala gelap, memberi petunjuk dan arah untuk keluar dari
kemelut, memberi solusi pada setiap permasalahan dan bila perlu menjadi orang
yang mendamaikan konflik.

3. Kartika atau bintang. Bintang adalah simbol yang maha kuasa dan maha
pencipta. Dari-Nya-lah kita semua berawal dan kepada Dia pula kita berpulang.
Seorang pemimpin harus tahu dimana dia berdiri, dan tidak boleh merasa
ditinggikan dan setara dengan Tuhan. Walaupun demekian, ia harus tetap menjadi
bintang teladan dan panutan.

4. Bumi. Ini adalah simbol kesabaran dan kesuburan. Bumi menawarkan
kesejahteraan bagi seluruh mahkluk hidup yang ada di atasnya. Hanya
mereka-mereka yang sabar akan bertahan hingga akhir. Biarlah orang lain
memperlihatkan sifat-sifat jahat mereka. Tetapi seorang pemimpin yang selalu
sabar akan mampu menghadapi segala tantangan apapun juga bentuknya. Seorang
pemimpin yang membumi, selalu tegas, konsisten, tak tergoyahkan tetapi tetap
sederhana.

5. Geni atau api. Api adalah simbol hati-hati, dan penuh perhitungan. Seorang
pemimpin harus tegas, dan tidak boleh plin- plan. Hal ini bisa dicapai kalau
beliau secara teliti, hati-hati dan penuh perhitungan, mengkalkulasi setiap
keputusan yang diambil. Sehingga keputusan itu akan tampil mantap dan bijaksana.

6. Banyu atau air. Tanpa air yang murni dan bersih, tanaman tidak akan tumbuh
subur. Seorang pemimpin yang bijak harus bisa menjadi air, memberikan inspirasi
kepada semua orang yang ia pimpin dan memperjuangkan semua aspirasi pengikut dan
pendukungnya.

7. Maruto atau angin. Inilah simbol demokrasi. Seorang pemipin harus mampu
menembus semua celah tatanan masyarakat. Bagaikan angin, ia mampu berhembushttp://www.blogger.com/img/blank.gif
kemana saja, dan bergaul dengan siapa saja. Mulai dari pengemis, hingga
pangeran. Mau merendahkan diri dimana saja dan kepada siapa saja. Belajar dari
mereka dan menyebarkan ilmu kemana- mana.

8. Samudra atau laut lepas. Semua sumber air dan sungai akan berakhir di samudra
luas. Artinya seorang pemimpin yang menganut HASTA BRATA, harus menjadi muara
bagi semua pengikut dan pemimpinnya. Mengayomi mereka semua dan satu kesatuan.
Disinilah samudra juga menjadi simbol kreatifitas dari seorang pemimpin dalam
memberdayakan semua pengikutnya. Hanya dengan pemberdayaan yang pas, mereka akan
menjadi ombak yang perkasa.

Semoga bermanfaatPemimpin, kata Ki Hadjar Dewantara adalah kebijaksanaan. Oleh karenanya dalam implementasinya kepemimpinan harus dibawah pimpinan kebijaksanaan. Inilah salah satu ciri kepemimpinan demokratis. Lain halnya kalau kepemimpinan dibawah kebijaksanaan pimpinan, maka sifat otoriternya lebih kental. Demikianlah seharusnya democratie met leaderschaap dimaknai dalam kekinian sebagaimana konsepsi Sifat, Bentuk, Isi, Irama (SBII). Sifat hakekat harus dipertahankan, sedang bentuk, isi dan irama didorong untuk selalu berubah nut ing jaman kelakone.

Bagi seorang pemimpin, kebijaksanaan itu dilambari piwulang luhur. Salah satunya ialah ajaran Hasta Brata yang termuat dalam Serat Aji Pamasa (Pedhalangan) karya Raden Ngabehi Rangga Warsita. Pemimpin dituntut ngerti, ngrasa, dan nglakoni (Tri-Nga) 8 (delapan) watak alam. Hasta berarti delapan, brata berarti laku atau watak.

Watak Surya atau srengenge (matahari); sareh sabareng karsa, rereh ririh ing pangarah.
Watak Candra atau rembulan (Bulan); noraga met prana, sareh sumeh ing netya, alusing budi jatmika, prabawa sreping bawana.
Watak Sudama atau lintang (Bintang); lana susila santosa, pengkuh lan kengguh andriya. Nora lerenging ngubaya, datan lemeren ing karsa. Pitayan tan samudana, setya tuhu ing wacana, asring umasung wasita. Sabda pandhita ratu tan kena wola wali.

Watak Maruta atau angin (Udara yang bergerak); teliti setiti ngati-ati, dhemen amariksa tumindake punggawa kanthi cara alus.

Watak Mendhung atau mendhung (Awan hujan); bener sajroning paring ganjaran, jejeg lan adil paring paukuman.

Watak Dahana atau geni atau latu (Api); dhemen reresik regeding bawana, kang arungkut kababadan, kang apateng pinadhangan.

Watak Tirta atau banyu atau samodra (Air); tansah paring pangapura, adil paramarta. Basa angenaki krama tumraping kawula.

Watak pratala atau bumi atau lemah (Tanah); tansah adedana lan karem paring bebungah marang kawula.

Makna Hasta Brata atau delapan watak alam tersebut secara mudah dapat diartikan sebagai berikut :

Watak Matahari: mempunyai sifat panas, penuh energi dan pemberi daya hidup. Artinya, setiap umat terlebih-lebih tokoh atau pimpinan tak terkecuali tokoh agama, harus dapat berfungsi laksana matahari, yaitu dapat memberi bantuan kepada mereka yang membutuhkan atau kepada anak buah yang dipimpinnya.
Watak Bulan: mempunyai wujud indah dan menerangi dalam kegelapan. Artinya, kita harus dapat berfungsi laksana bulan yaitu dapat menyenangkan dan memberi terang dalam kegelapan bagi mereka yang membutuhkan.

Watak Bintang: mempunyai bentuk yang indah dan menjadi hiasan diwaktu malam yang sunyi serta mempunyai sifat menjadi kompas pedoman bagi mereka yang kehilangan arah. Artinya, kita harus dapat berfungsi laksana bintang yaitu bertaqwa dan dapat menjadi contoh tauladan serta dapat menjadi pedoman (panutan) bagi anak buahnya, dapat menjadi kompas (petunjuk arah) bagi mereka yang membutuhkan.

Watak Angin: mempunyai sifat mengisi setiap ruangan yang kosong walaupun tempat rumit sekalipun. Artinya, kita harus dapat berfungsi laksana angin yaitu dapat melakukan tindakan yang teliti, cermat, mau ber-incoqnito atau turun ke lapangan untuk menyelami kehidupan masyarakat bawah.

Watak Mendung: mempunyai sifat menakutkan (wibawa) tetapi sesudah menjadi air (hujan) dapat menghidupkan segala yang tumbuh. Artinya, kita harus dapat berfungsi laksana mendung, yaitu berwibawa tetapi dalam tindakannya harus dapat memberi manfaat bagi sesamanya.

Watak Api: mempunyai sifat tegak dan sanggup membakar apa saja yang bersentuhan dengannya. Artinya,kita harus dapat berfungsi laksana api, yaitu dapat bertindak tegas, adil, mempunyai prinsip tanpa pandang bulu.

Watak Samudra: mempunyai sifat luas, rata, berbobot. Artinya, kita harus dapat berfungsi laksana samudra, yaitu mempunyai pandangan yang luas, rata dan sanggup menerima persoalan apapun dan tidak boleh membenci terhadap sesama.

Watak Bumi: mempunyai sifat sentosa dan suci. Artinya, kita harus dapat berfungsi laksana bumi, yaitu sentosa budinya dan jujur serta mau memberi anugerah kepada siapa saja yang telah berjasa terhadap tanah air dan bangsa.

Piwulang hasthabrata dalam pedhalangan terdapat dalam lakon Wahyu Makutharama, diajarkan oleh Begawan Kesawasidi (Prabu Kresna) kepada Raden Arjuna, sebagai beriku

“ … kapisan bambege surya, tegese sareh ing karsa, derenging pangolah nora daya-daya kasembadan kang sinedya. Prabawane maweh uriping sagung dumadi, samubarang kang kena soroting Hyang Surya nora daya-daya garing. Lakune ngarah-arah, patrape ngirih-irih, pamrihe lamun sarwa sareh nora rekasa denira misesa, ananging uga dadya sarana karaharjaning sagung dumadi.

Kapindho hambege candra yaiku rembulan, tegese tansah amadhangi madyaning pepeteng, sunare hangengsemake, lakune bisa amet prana sumehing netya alusing budi anawuraken raras rum sumarambah marang saisining bawana.

Katelu hambeging kartika, tegese tansah dadya pepasrening ngantariksa madyaning ratri. Lakune dadya panengeraning mangsa kala, patrape santosa pengkuh nora kengguhan, puguh ing karsa pitaya tanpa samudana, wekasan dadya pandam pandom keblating sagung dumadi.

Kaping pate hameging hima, tegese hanindakake dana wesi asat; adil tumuruning riris, kang akarya subur ngrembakaning tanem tuwuh. Wesi asat tegese lamun wus kurda midana ing guntur wasesa, gebyaring lidhah sayekti minangka pratandha; bilih lamun ala antuk pidana, yen becik antuk nugraha.

Kalima ambeging maruta, werdine tansah sumarambah nyrambahi sagung gumelar; lakune titi kang paniti priksa patrape hangrawuhi sakabehing kahanan, ala becik kabeh winengku ing maruta.

Kaping nem hambeging dahana, lire pakartine bisa ambrastha sagung dur angkara, nora mawas sanak kadang pawong mitra, anane muhung anjejegaken trusing kukuming nagara.
Kasapta hambeging samodra, tegese jembar momot myang kamot, ala becik kabeh kamot ing samodra; parandene nora nana kang anabet. Sa-isene maneka warna, sayekti dadya pikukuh hamimbuhi santosa.

Kaping wolu hambeging bantala, werdine ila legawa ing driya; mulus agewang hambege para wadul. Danane hanggeganjar myang kawula kang labuh myang hanggulawenthah.

Setiap pemimpin yang tidak mampu melaksanakan Hasta Brata bagai raja tanpa mahkota. Tetapi sebaliknya, rakyat jelata yang dalam hidupnya mampu melaksanakan Hasta Brata, berarti ia adalah rakyat jelatan yang bermahkota, ialah manusia yang luhur budi pekertinya.