Jumat, 18 Februari 2011

Pendapat Maulid Nabi Bid^ah

Lompat ke isi
Homepage Abu Salma
My Another Blog @WP
Beranda
ARTIKEL
Audio-Video
Buku Elektronik
Buku Tamu
COPYRIGHT
Kontak
Tautan
Tentang Pengelola

BID’AHKAH PERINGATAN MAULID NABI??
Maret 12, 2008
oleh abu salmaBID’AHKAH PERINGATAN MAULID NABI??
Oleh : Usamah bin Abdillah ath-Thiiby al-Filisthini

Termasuk perkara yang tidak diragukan lagi adalah, bahwa sekarang ini kita berada dalam kehidupan yang penuh dengan slogan yang gencar, mengarah kepada penghulu keturunan nabi Adam, baginya sholawat yang paling utama dari salam yang paling sempurna. Slogan-slogan tersebut menyakiti sang penebar rahmat dan petunjuk Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. dikarenakan sekarang kita dekat dengan waktu peringatan Maulid Nabi (!!). Maka saya ingin menjelaskan kepada kaum mislimin bentuk penganiayaan kepada Rasulullah, bahkan model-modelnya amat banyak sekali.

Kebanyakan para pecinta beliau lupa akan hal ini, sehingga kecintaan tersebut menyeret mereka untuk berlaku ghuluw (berlebih-lebihan), yang dengan itu justru mereka menyelisihi perintah dan bimbingan beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Diantara bentuk penganiayaan terhadap Rasulullah adalah membuat ajaran baru didalam agama dan tuntunan beliau yang sempurna, karena telah disempurnakan Allah :

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”(Qs. Al-Maidah : 3)

Mengada-adakan ajaran yang baru merupakan perkara berbahaya yang telah diperingatkan Rasulullah di berbagai hadits beliau, diantaranya :

إِيَّاكُمْ وَ مُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ : فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ : وَ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ .

“Hendaklah kalian menjauhi perkara-perkara baru dalam agama, karena sesungguhnya, semua perkara baru dalam agama adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat”.(HR. Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Tidak diragukan sedikitpun, bahwa mengada-adakan ajaran baru didalam Islam, merupakan bentuk perlawanan terhadap bagian syahadatain yang kedua “Saya bersaksi bahwa Muhammad itu adalah utusan Allah.”, sebagaimana syirik merupakan penentangan terhadap bagian syahadatain yang pertama “Saya bersaksi bahwa tiada sesembahan yang benar selain Allah”. Dua hal ini, yaitu syirik dan bid’ah merupakan dua jebakan setan yang senantiasa diarahkan kepada hamba-hamba Allah.

Al-Imam Ibnu Qoyyim al-Jauziyah berkata :

”Sesungguhnya setan ingin sukses atas seorang hamba ketika melemparkan sebuah jebakan dari tujuh jebakan yang dimiliki, yang satu lebih sulit daripada yang lain, dia tidak akan turun pada tingkatan yang lebih ringan, kecuali telah gagal pada jebakan yang lebih berat.

Jebakan pertama adalah mengingkari Allah, agama, pertemuan dengan-Nya, sifat-sifat-Nya yang sempurna, serta berita-berita para Rasul-Nya. Jika setan sukses disini, maka api permusuhannya menjadi dingin dan dia beristirahat. Jika gagal, dan sang hamba selamat dari jebakan itu karena ilmu dan petunjuk Allah, serta selamat juga cahaya imannya, maka setan akan beralih kepada jebakan kedua.

Jebakan bid’ah, baik bentuknya berupa keyakinan yang menyelisihi kebenaran yang karenanya Allah mengutus para Rasul-Nya dan menurunkan kitab-Nya, walaupun berupa ibadah yang tidak pernah diperintahkan Allah, semisal berbagai model dan simbol bid’ah dalam agama yang sama sekali Allah tidak menerimanya.

Kedua bid’ah ini, kebanyakan saling terkait, dan jarang sekali berdiri sendiri-sendiri, sebagaimana diistilahkan”Pernikahan antara bid’ah perkataan dengan bid’ah perbuatan, maka keduanya sibuk dimalam pertama, maka tiba-tiba hiduplah anak-anak hasil zina di berbagai negeri Islam, sehingga para hamba dan berbagai negeri mengeluhkannya kepada Allah”.

Guru kami (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah) berkata :”Hakekat kufur menikahi bid’ah, sehingga lahirlah kerugian dunia dan akhirat”.

Jika seorang hamba lulus melewati jebakan ini, dan terbebas darinya karena cahaya sunnah dan keteguhannya berpegang pada ajaran Rasulullah serta atsar para salaf dari kalangan sahabat dan pengikut mereka yang baik, yang dewasa ini amat sulit kita jumpai seseorang yang sebanding dengan mereka, kalaupun ada, pasti dia akan merintangi ahlul bid’ah, dan ahlul bid’ah akan berusaha mencelakakannya dengan seribu macam cara, bahkan pembela sunnah dijuluki sebagai ahli bid’ah dan pembuat ajaran baru.

Jika Allah memberikan kepadanya taufiq sehingga dia lulus dengan baik dari jebakan ini, maka setan akan menggunakan jebakan yang ketiga : Dosa-dosa besar …” (Madarijus Salikin (I/175))

Setelah uraian panjang nan kuat tadi, sebenarnya kita hanya tinggal mengatakan, bahwa orang-orang yang mengadakan perayaan maulid Nabi, telah terjerumus kedalam jebakan setan yang kedua, yaitu : bid’ah. Tidak diragukan lagi, bahwa perayaan maulid ini merupakan bid’ah yang diada-adakan nan jelek – bukan bid’ah hasanah (baik) sebagaimana kata sebagian orang – dan tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, para sahabat, tabi’in dan tiga generasi terbaik dan paling utama.

Perkara ini disepakati oleh penolak dan pendukung perayaan maulid. Syaikh Dhohiruddin Ja’far at-Tizmanty (wafat pada tahun 628 H) menjelaskan hukum perayaan maulid, seraya mengatakan :

“Kegiatan ini belum pernah ada pada masa generasi pertama Salafush sholeh, padahal mereka sangat mengagungkan dan menyintai Nabi, pengagungan dan rasa cinta kita semua tidak akan bisa menyamai pengagungan dan rasa cinta salah seorang diantara mereka”. (Dinukil dari “Al-Hukmul Haq fil Ihtifaal bi Maulid Sayyidil Kholq” oleh guru kami Ali Hasan al-Halaby, halaman : 27)

Sebenarnya, sejarah adalah saksi yang paling kuat akan kebid’ahan perayaan maulid Nabi. Bid’ah ini muncul pada akhir abad ke-4 (!!). Setelah berdirinya Negara al-Ubaidiyyah al-Fathimiyyah al-Bathiniyyah yang menisbatkan diri mereka dengan penuh kebohongan kepada Fathimah Radhiyallahu ‘anha.

Taqiyyuddin al-Maqrizy berkata :

”Para kholifah daulah Fathimiyyah memiliki banyak hari raya dan musim perayaan sepanjang tahun, antara lain : musim perayaan pokok tahun, awal tahun, hari ‘Asyura’, dan maulid Nabi….” (“Al-Mawa’idh wal I’tibar bi dzikril Khuthoth wal Atsar”(I/490).)

Mufti Mesir terdahulu, syaikh al-‘Allamah Muhammad Bakhit al-Muthi’i berkata :

”Perkara yang diada-adakan dan banyak pertanyaan tantangnya (al-Maulid), maka kita katakan : ”Sesungguhnya, yang pertama kali mengadakannya di Kairo adalah para kholifah daulah Fathimiyyah, dan yang paling awal diantara mereka adalah al-Mu’izz Lidillah…”. (“Ahsanul Kalam fiima Yata’allaq Bissunnah wal bid’ah minal Ahkam”, halaman : 44)

Syaikh Ali Mahfudz berkata :

”Diceritakan, bahwa pertama kali yang mengadakan perayaan-perayaan ini di Mesir adalah, para kholifah daulah Fathimiyyah pada abad ke-4 H. Mereka membuat enam perayaan kelahiran : Maulid Nabi, Maulid al-Imam Ali, Maulid Sayyidah Fathimah az-Zahro’, Maulid al-Hasan dan al-Husain, dan Maulid al-Kholifah al-Hadhir. Maulid-maulid ini tetap pada bentuknya sampai dihapus oleh al-Afdhol Ibnu Amir al-Juyusy. Kemudian dibangkitkan lagi oleh pemerintahan al-Amir bi Ahkamillah di tahun 524 H, setelah hampir dilupakan manusia.

Orang pertama yang mengadakan perayaan maulid Nabi di kota Irbil adalah raja al-Mudhaffar Abu Said, pada abad ke-7 H (!!). perayaan ini terus berlangsung sampai masa kita sekarang ini, dengan berbagai pengembangan dan inovasi baru, sesuai dengan hawa nafsu mereka dan wahyu dari setan kalangan jin dan manusia.” (“Al-Ibda’ fi Madhoor al-Ibtidaa’”, halaman : 231)

Saya (penulis) mengingatkan, diantara istilah-istilah syi’ah berbahaya yang menyusup kedalam barisan kita, ahlussunnah, adalah pengkhususan kholifah Ali bin Abi Tholib saja dengan gelar “al-Imam”, tanpa memberikan gelar tersebut kepada khulafaur Rasyidin yang lain, dan kita yakin bahwa mereka (Abu Bakar, Umar, dan Utman) lebih berhak. Demikian juga gelar az-Zahro’ untuk Fathimah sama sekali tidak berdasar, baik substansi maupun maknanya ….Allahul Musta’an.

Diantara kekeliruan yang fatal dalam hal ini adalah, bahwa pengobar perayaan mengingat maulid Nabi, sangat berlebih-lebihan dalam menganiaya saudara-saudara mereka yang mengingkari perayaan seperti ini, mereka melemparkan tuduhan bahwa orang-orang yang kontra perayaan maulid Nabi, membenci Nabi dan tidak menyintainya.

Sebenarnya, standar untuk mengetahui siapa yang menyintai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bukanlah perayaan maulid Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam , dan yang semisalnya. Bahkan yang menjadi standar adalah, rasa cinta kepada Rasulullah yang terwujud dalam sikap membenarkan beritanya, mentaati perintahnya, berhenti dari larangan beliau, dan tidak beribadah kepada Allah, kecuali dengan syari’at Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.

Inilah inti cinta dan pengagungan terhadap Rasulullah, yang dengannya seorang hamba akan memperoleh cinta Allah subhnahu wa ta’ala :

“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.“.(QS. Ali-Imron : 31)

تَعْصِى اْلإِلَهَ وَأَنْتَ تَزْعُمُ حُبَّهُ هَذَا لَعَمْرِيْ فِي الْقِيَاسِ بَدِيْعُ

لَوْكَانَ حُبُّكَ صَادِقًا َلأَطَعْتَهُ إِنَّ الْمُحِبَّ لِمَنْ يُحَبُّ مُطِيْعُ

Anda memaksiati Allah, dan anda menyangka sedang menyintainya

Sungguh, inilah qiyas yang indah

Jika cintamu benar, niscaya kau akan mentaati-Nya

Sesungguhnya penyinta akan mentaati kekasihnya.

Termasuk kesalahan mereka yang fatal adalah, perayaan tersebut diadakan pada 12 Robi’ul Awwal dengan suatu keyakinan, bahwa pada hari itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dilahirkan. Padahal hakekat yang harus senantiasa didengungkan dan ditebarkan adalah, bahwa para ulama memiliki perbedaan pendapat yang tajam dalam penetapan tanggal kelahiran Nabi, meskipun mereka sepakat bahwa beliau lahir pada hari senin.

Pendapat para ulama tersebut, antara lain :

a. 2 Robi’ul Awwal. Disebutkan Ibnu Abdil Baar didalam “al-Istii’aab”

b. 8 Robi’ul Awwal. Diceritakan al-Humaidy dari Ibnu Hazm.

c. 10 Robi’ul Awwal. Dinukilkan Dihyah didalam bukunya “at-Tanwir fi Maulidil Basyir an-Nadziir”.

d. 12 Robi’ul Awwal. Disebutkan Ibnu Ishaq, dan inilah yang terkenal sebagai pendapat mayoritas ulama.

e. Bulan Ramadhan, tanggalnya pun diperselisihkan .

Silahkan anda cermati pendapat-pendapat ini didalam “al-Bidayah wan Nihayah”(2/265), juga “al-Mi’yar al-Mu’rib”(7/100) karya al-Wansyriisi.

Al-Imam al-‘Allamah al-Albani berkata :

”Tentang hari kelahiran Nabi disebutkan oleh Ibnu Katsir perbedaan pendapat mengenai hari dan bulannya, semua tanpa sanad, sehingga tidak bisa diteliti dan dinilai dengan penilaian ilmu mustholah hadits. Kecuali satu pendapat yang menyatakan bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam lahir pada 8 Robi’ul Awwal, karena diriwayatkan oleh Malik dengan sanad yang shohih dari Muhammad bin Jubair, dia adalah seorang tabi’i yang mulia. Mungkin karena itulah banyak ahli sejarah yang membenarkan dan bersandar pada pendapat ini, hal ini juga merupakan ketetapan al-Hafidz al-Kabiir Muhammad bin Musa al-Khowarizmi, kemudian dirojihkan oleh Abul Khoththob bin Dihyah, sedangkan jumhur ulama berpendapat kelahiran beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pada 12 Robi’ul Awwal. Wallahu A’lam” (“Shohihus Siroh an-Nabawiyyah” pada foot note halaman : 13)

Al-Imam al-‘Allamah Ibnu Utsaimin berkata :

“Wahai kaum muslimin, sesungguhnya bid’ah perayaan maulid Nabi yang diadakan pada bulan Robi’ul Awwal, sebagian mengatakan 8, yang lain mengatakan 9, ada juga yang bependapat 10, 12, 17, 22 Robi’ul Awwal. Inilah tujuh pendapat ahli sejarah, satu dengan yang lainnya sama-sama tidak memiliki dalil yang kuat untuk mengalahkan yang lain, sehingga penentuan kalahiran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dari bulan Robi’ul Awwal masih belum diketahui, akan tetapi sebagian ahli sejarah di zaman kita menetapkan tanggal 9, setelah dilakukan penelitian” (“Majmu’ Fatawa wa Rosail”(6/200).)

Shofiyur Rahman al-Mubarokfuri berkata :

”Penghulu para Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dilahirkan di wilayah Bani Hasyim di Mekkah pada hari senin, 9 Robi’ul Awwal, tahun pertama dari tragedi tentara gajah, 40 tahun dari berkuasanya Raja Kisro Anusyarwan, bertepatan dengan 20 atau 21 April 571 M, sebagaimana hasil penelitian ulama besar Muhammad Sulaiman al-Manshurfuri.” (“Ar-Rohiqul Makhtum”. Halaman : 71)

Mungkin karena perbedaan penentuan tanggal kelahiran beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam inilah yang menjadikan raja al-Mudhaffar Abu Sa’id Kukburi, penguasa Irbil, mengadakan perayaan maulid Nabi pada tanggal 8 Robi’ul Awwal, kemudian pada tahun yang lain diadakan pada 12 Robi’ul Awwal, sebagaimana penjelasan banyak ahli sejarah Islam. (“Wafayaatul A’yaan”(2/292).)

Saudaraku pembaca yang budiman, sesungguhnya kesalahan-kesalahan orang yang merayakan maulid Nabi amatlah banyak, tak terbatas dan terhitung, seandainya kita sebutkan semua, niscaya akan sangat panjang. Maka dari itu, saya akhiri pembahasan ini dengan hiasan fatwa para ulama terkemuka :

“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya.”(QS. Qoof : 37).

Fatwa-fatwa tersebut antara lain :

1. Al-‘Allamah Abu Hafs Tajuddin al-Fakihany (wafat tahun 743 H) didalam bukunya “al-Maurid fii ‘Amalil Maulid”, termasuk didalam”Rosail fii Hukmil Ihtifal bil Maulid an-Nabawi”, beliau mengatakan :

”Berulang-ulang pertanyaan dari beberapa orang, tentang perkumpulan yang diadakan pada bulan Robi’ul Awwal, yang disebut perayaan maulid Nabi, apakah ada dasarnya didalam syari’at ? ataukah termasuk bid’ah dan perkara yang diadakan dalam agama ? Dengan taufiq Allah, saya akan menjawab :”Saya tidak mengetahui dasar perayaan maulid ini dari al-Qur’an dan sunnah Rasulullah, dan belum pernah diberitakan bahwa hal ini dilakukan oleh salah seorang ulama umat, mereka adalah teladan dalam urusan agama dan berpegang teguh dengan atsar ulama terdahulu. Bahkan ini merupakan bid’ah yang dibuat-buat oleh para pengangguran, dan dorongan jiwa tukang makan yang rakus sangat mendambakannya”. (“Al-Maulid fi ‘Amalil Maulid” dalam “Rosail fil Hukmil bil Maulid an-Nabawi”)

2. Al-‘Allamah Ibnul Hajj (wafat tahun 737 H) berkata :

”Hal ini adalah tambahan dalam urusan agama, bukan amalannya para salaf terdahulu. Meneladani salaf lebih utama (lebih wajib) daripada berniat menambah ajaran mereka. Karena kaum salaf adalah kaum yang paling kuat mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, juga paling hebat pengagungannya terhadap sunnah, seraya berlomba-lomba mengamalkannya. Dan tidak pernah dinukilkan kepada kita, bahwa salah seorang diantara mereka melakukan perayaan maulid. Kita mengikuti mereka, apa yang mereka lakukan, kita juga melakukannya. Dan telah diketahui, bahwa kewajiban mengikuti mereka adalah dalam perkara yang pokok beserta cabang-cabangnya.” (“Al-Madkhol”(2/11-12))

3. Al-Imam asy-Syatibi (wafat tahun 790 H) mengatakan :

”Telah jelas, bahwa menghidupkan perayaan maulid sebagaimana yang dilakukan manusia sekarang ini, adalah bid’ah yang dibuat-buat. Dan setiap bid’ah adalah kesesatan. Maka menginfakkan harta untuk kepentingan perayaan tersebut tidak boleh, jika infak tersebut adalah wasiat dari orang yang meninggal, maka tidak boleh dilaksanakan. Bahkan wajib bagi Hakim untuk membatalkan wasiat tersebut, dan sepertiga harta sang mayyit dikembalikan kepada ahli warisnya untuk dibagi-bagi diantara mereka. Semoga Allah menjauhkan orang-orang fakir yang meminta pelaksanaan seperti ini.” (“Fatawa asy-Syathibi” halaman : 203 – 204)

4. Al-‘Allamah Muhammad bin Ibrahim (wafat tahun 1389 H) berkata :

”Tidak diragukan lagi, bahwa perayaan maulid Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam termasauk bid’ah yang diada-adakan dalam agama, setelah tersebarnya kebodohan di dunia Islam, sehingga penyesatan dan persangkaan menjadi suatu bidang yang mata tidak mampu membedakannya. Kuatlah didalamnya kekuasaan taklid buta. Jadilah mayoritas manusia tidak kembali merujuk dalil dalam syari’at Islam. Akan tetapi mereka merujuk kepada pendapat si A dan keridhoan si B. Bid’ah yang mungkar ini, sama sekali tidak ada dalilnya dari para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam juga dari Tabi’in dan para pengikut mereka …..” (“Fatawa wa Rosail asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim”(3/54))

Syaikh Muhammad bin Ibrahim mempunyai pembahasan-pembahasan yang mantap dalam bidang ini, silahkan dirujuk di “Majmu’ fatawa wa Rosail” jilid ke-3.

5. Al-‘Allamah al-Imam Abdul Aziz bin Baaz (wafat tahun 1420 H) mengatakan :

”Kaum muslimin tidak boleh mengadakan perayaan maulid Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pada malam 12 Robi’ul Awwal dan juga pada waktu yang lain, sebagaimana mereka juga tidak boleh merayakan hari kelahiran selain Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, karena perayaan hari-hari kelahiran termasuk bid’ah yang diada-adakan dalam agama, lebih dari itu, Rasulullah sendiri tidak pernah merayakan hari kelahirannya semasa hidup beliau, beliau adalah penebar agama Islam dan pembuat syari’at mewakili Robb-Nya, itupun beliau tidak memerintahkan untuk melakukan perayaan tersebut, demikian pula para kholifah dan sahabat beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, dan para pengikut beliau yang baik di masa generasi yang utama, sehingga jelaslah, bahwa hal ini adalah bid’ah…” (“Majmu’ fatawa wa Maqolaat al-Mutanawwi’ah”(4/289).)

Demikianlah beberapa fatwa ulama dalam pembahasan ini, bak setetes air dari air bah dan sebutir air dari lautan yang luas. Apabila anda ingin mendalaminya, silahkan menelaah buku-buku berikut ini : hal 8

Al-Maurid fi ‘Amalil maulid, tulisan dari syaikh al-‘Allamah al-Fakihany.
Ar-Raddu al-Qowiyyu alar Rifa’iy wal Majhul wa Ibni Alawi wa Bayanu Akhtha’ihim fil Maulidin Nabiy, tulisan dari al-‘Allamah Hamud at-Tuwaijiriy.
Al-Qaulul Fashlu fi Hukmil Ihtifal bi maulidi Khoirir Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, tulisan al-‘Allamah Ismail al-Anshariy.
Al-Hukmul Haqqu fil Ihtifal bi maulid Sayyidil Khalqi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, tulisan dari syaikh kami Ali bin Hasan al-Halabi – hafidhahullah -
Sebagai penutup pembahasan ini, maka kita katakan, bahwa bulan kelahiran Nabi adalah Robi’ul Awwal, bulan ini juga bulan wafatnya beliau, sehingga tidak patut kita mendahulukan perasaan gembira dari pada perasaan sedih karena wafatnya beliau. Kemudian, hari kelahiran beliau adalah hari senin, pada hari itu juga beliau diangkat menjadi Rasul dan ini merupakan anugerah Allah terbesar yang tiada bandingannya.

Allah ta’ala berfirman :

“Sungguh Allah Telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata“.(QS. Ali Imron : 164)

Seandainya dikatakan, bahwa perayaan diutusnya Rasulullah lebih utama untuk diperhatikan oleh orang-orang yang sholeh, maka hal itu lebih dekat kepada kebenaran. Akan tetapi, itupun tidak dilakukan oleh mereka, kenapa ? apa standar mereka, sesuatu yang diamalkan atau ditinggalkan !? kenapa mereka mengingkari perbutan orang lain ?!


Dialihbahasakan oleh Imam Wahyudi Lc. Dari majalah ad-Dakwah as-Salafiyah, Pelestina, edisi ke-2 halaman : 17 – 22. Dari Majalah adz-Dzakhirah al-Islamiyah



Berbagi lebih bermanfaat:
Share

Facebook

Email
Print



from → Bid'ah
← RESENSI BUKU Ithâful ‘Ibâd
Syarah Kalimat Syahadat →SukaBe the first to like this post.
19 Komentar leave one →

deteksi permalink
Maret 13, 2008 1:22 am
wah ilmu baru ini buat saya.. terimakasih.. tapi apakah pembahasan tentang bid’ah yang tiada henti ini menjadi lebih penting untuk diperdebatkan daripada menjaga akhlak dan moral bangsa yang makin bejat ini? freesex di mana-mana, para wanita mengumbar aurat, dan sebagainya.. bukankan itu lebih penting untuk diperbaiki???
ingat hadits: barang siapa melihat kemunkaran maka tegur dengan tangan/kekuasaan, jika tidak mampu maka dengan lisan, jika masih tidak mampu maka dengan hati, dan itu adalah selemahnya iman
umat islam tidak akan pernah maju kalo di dalam sendiri ribut masalah bid’ah dan perbedaan yang lain. masing-masing merasa dirinya sebagai ahlussunah

Implementasi dari syahadat Laa Ilaa illalloh adalah tauhid yaitu menunggalkan (mentauhidkan) Alloh di dalam peribadatan dan tidak mensekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, baik di dalam Rububiyah, Uluhiyah an asma’ wa shifat-Nya. Adapun konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah adalah, mentauhidkan Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam di dalam ittiba’ (peneladanan) dan tidaklah mengamalkan suatu ibadah melainkan sebagaimana yang dituntunkan oleh beliau ‘alaihis Sholatu was Salam.
Rasulullah sendiri menyatakan bahwa amalan bid’ah itu tertolak, walaupun yang mengamalkannya ikhlas lillahi Ta’ala, dan setiap bid’ah itu adalah sesat. Sebagian salaf bahkan mengatakan, bahwa amalan bid’ah itu lebih dicintai syaithan daripada maksiat, karena orang yang bermaksiat dia faham bahwa dirinya dalam kesalahan sehingga diharapkan ia dapat bertaubat. Sedangkan orang yang mengamalkan bid’ah, menganggap apa yg ia lakukan adalah baik sehingga sulit baginya bertaubat.
Islam itu agama sempurna dan wajib atas kita mengamalkannya secara kaafah. Kita wajib mengingkari kesyirikan, kebid’ahan dan kemaksiatan seluruhnya. Bukannya kita hanya mengingkari kemaksiatan, namun ridha dan mendiamkan dosa yang lebih besar, yaitu syirik (yg tidak diampuni Alloh) dan bid’ah (yang dinyatakan sesat oleh Rasulullah).
Ummat Islam akan maju apabila umat ini mau kembali kepada agama sebagaimana yang dibawa oleh para pendahulu mereka yang shalih. Sebagaimana ucapan Imam Malik rahimahullahu, “Tidak akan sukses keadaan ummat ini melainkan kembali sebagaimana suksesnya salaf shalih terdahulu”.

Masuk log untuk membalas
danummurik permalink
Maret 13, 2008 10:33 pm
Innallaha wa malaikatahu yusalluna ‘alannabi ya ayyuhalladzina amanu shallu alaihi wasallimu taslima. (Q.S. al-Ahzab: 56).

Allahumma Shalli ala Muhammad

Masuk log untuk membalas
amaduq01 permalink
Maret 14, 2008 12:14 am
dari sekian panjang tulisan yang seolah berbobot ini, ternyata tidak dijumpai adanya satu dalil yang secara jelas mengharamkan atau menghalalkan maulid nabi….. (hanya surat al maidah 3 dan hadits turmudzi / adu dawud saja). Sangat disayangkan…
Hanya dengan dua dasar hukum itu memvonis bidah. terlalu gegabah.
Artikel ini hanya dipenuhi dengan pendapat ulama. Itupun hanya dari ulama yang membidahkannya saja…
Yang menjadi masalah adalah sejauh mana perayaan itu dikatakan sebagai bidah…? Apakah setiap kata2 perayaan itu dikatakan bidah..? Padahal dalam prakteknya kata2 perayaan maulid itu hanya untuk sekedar dalam rangka saja. Hakikatnya mereka tidak menganggap perayaan itu sebagai bentuk ibadah. Agaknya sang penulis perlu memandang dalam tataran praktis juga. bagaimana sih penerapan masyarakat sekarang dalam merayakan maulid. Apakah masih bidah atau gimana? Jangan sampai niatnya mau amar ma’ruf tapi justru membuat munkar baru.

Jika tidak bid’ah, dalil yang menyatakannya apa? Padahal Ied itu merupakan bentuk perayaan, dimana manusia berkumpul dan merayakan sesuatu. Apakah berkumpul-2 membaca sholawat, diba’ dan lain sebagainya bukan tmsk ibadah? Bahkan dalam tataran praktek itulah perayaan ini cenderung lebih banyak kemungkarannya. Allohu a’lam.

Masuk log untuk membalas
asyarief permalink
Maret 15, 2008 8:04 am
@deteksi
jangan2 umat Islam ini gak maju bukan karena meributkan bid’ah, tp karena terlalu disibukkan oleh bid’ah…

Masuk log untuk membalas
dwi Yanto permalink
Maret 19, 2008 3:34 pm
Betul Coba saja waktu dan biaya yang dibutuhkan untuk melakukan kebid’ahan dimanfaatkan untuk menuntut ilmu / bersedekah sesuai Alquran dan Assunnah pasti umat ini akan makmur.Lihat perayaan maulid di Jogja yang menghabiskan jutaan rupiah dan manfaat yang dapat ditarikpun sangat sedkit bahkan tidak ada, saya bisa menganalisa spt ini karena saya kelhiran jogja yang mengetahui seluk beluknya, kesirikan kemaksiatan yang sungguh memprihatinkan.

Masuk log untuk membalas
senengbanget permalink
April 2, 2008 11:13 am
Assalamu ‘alaikum Wr. Wb.
Masalah dalil2an yg Insya Alloh berimbang :) bisa dilihat di bawah ini:
1.) Dilihat dari sisi pandangan Ulama yg kontra: Maulid Nabi := “bid’ah=fin-nar” dalilnya := “Qur’an, Hadits, Qoul Ulama2 yg Kontra thdp Maulid Nabi” yg semuanya menyampaikan dalil/pendapatnya dengan hebat & meyakinkan umat baik awam maupun Khos
2.) Dilihat dari sisi pandangan Ulama yg Pro: Maulid Nabi := “no bid’ah” dalilnya := “Qur’an, Hadits, Qoul Ulama2 yg pro thdp Maulid Nabi” yg semuanya menyampaikan dalil/pendapatnya dengan hebat & meyakinkan umat baik awam maupun Khos
Yg Mayoritas:= Pro/Kontra <==== Jujur menurut statistik mayoritas Umat Islam di dunia gmn??? Apakah mayoritas Umat Sayyidina wa Maulana Muhammad SAW akan bersepakat dlm kemunkaran/kesesatan ataukah kebaikan/Hudaa?????
Sikap refleks dari rasa senang & Bahagia yg amat sangat atas lahirnya Jungjungan Alam Sayyidina wa Maulana Muhammad SAW yg merupakan wasilatul udzma` utk keselaman dunia & Akhirat selama tdk terdapat unsur munkarot yg tdk sesuai dgn Syara’ !?@#$%?
Sebagai mana ktika datang kpd qta kebahagiaan/rasa senang dikaruniai anak(misalnya) ataupun sesuatu yg qta anggap keuntungan besar bagi qta, kadang ucapan ataupun sikap qta refleks mengungkapkan rasa bahagia/senang tsb…..
Sebenarnya sikap reflek akibat bahagia/senang yg datang kpd qta, lbih hak mana antara lahirnya Sayyidina wa Maulana Muhammad SAW yg jelas2 Rohmatan lil ‘Aalamiin yg membawa syariat yg akan menyelamatkan umatnya dunia & akhirat, dibanding dengan lahirnya anak qta/siapa pun yg belum tentu membawa kebahagiaan dunia bahkan akhirat???
afwan kbanyakan tanda tanya saking ngga ngerti ane :D
sekian
Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb.

Wa’alaikumus Salam warohmatullahi wabarokatuh
Jawabannya simple… Alloh Ta’ala berfirman :
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).” (Al An’am: 116)
“Dan sebahagian besar manusia tidak akan beriman, walaupun kamu sangat menginginkannya” [Yusuf: 103]
“Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” [Al-­A'raaf: 187]
Dan masih banyak lagi ayat-2 yg menjelaskan akan celaan thd mayoritas atau kebanyakan manusia. Karena “Qolilun min ‘ibadiya syakuur” (sedikit dari hamba-2 Alloh yang bersyukur).
Kemudian, mayoritas tidak artinya ijma’. Sekiranya logika anda benar, coba anda survey berapa kaum muslimin yg sholat dg yg tidak sholat. Banyak mana? lantas bolehkah sholat menjadi tidak perlu dilaksanakan karena kaum muslimin mayoritas tidak sholat?! wal’iyadzubillah…
Oleh karena itu saya potong tanda tanya anda cukup tiga saja… supaya anda mengerti.

Masuk log untuk membalas
senengbanget permalink
April 2, 2008 11:17 am
ane tunggu jawaban nya!
Tp kalo bingngung jwb/emang nda bisa, ngga apa2 kok nda dipublikasikan juga :D

Masuk log untuk membalas
senengbanget permalink
April 3, 2008 9:23 am
Jawabannya simple… Alloh Ta’ala berfirman :
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).” (Al An’am: 116)
“Dan sebahagian besar manusia tidak akan beriman, walaupun kamu sangat menginginkannya” [Yusuf: 103]
“Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” [Al-­A’raaf: 187]
Dan masih banyak lagi ayat-2 yg menjelaskan akan celaan thd mayoritas atau kebanyakan manusia. Karena “Qolilun min ‘ibadiya syakuur” (sedikit dari hamba-2 Alloh yang bersyukur).

================================
Syukron atas tanggapan antum, Tanda tanya ane masih banyak, nda sbanding dengan jawaban tiga titik dari antum :D Afwan!!!
Ane rasa dalil diatas merupakan perbandingan antara Muslim dan non Muslim, yg beriman dan yg kufur yg memang menurut statistik, non muslim lbih besar dari-pada muslim di dunia ini, ane berbicara tentang perbandingan intern umat Sayyidina wa Maulana Muhammad SAW (khususnya ahlil ‘ilmi) —> baik Ulama’ versi yg Pro maupun yg kontra ttng Maulid.

Kaidah dan prinsip awal kita di dalam memahami al-Qur’an adalah : Ibrah itu tidak karena kekhususan sebab namun keumuman lafazh. Jadi ayat di atas bersifat umum.

Mslh Ijma, kalo pun perayaan maulid ataupun hukum2 yg lainnya belum ada ijma(masih dalam perbedaan pendapat ahli ‘ilmi) antara yg membolehkan dan yg melarang, maka ane pribadi akan mengikti yg mayoritasnya aja. Lagian blum ada ijma ulama secara keseluruhan yg mengharamkan Maulid nabi, kalo pun ada pasti itu versi yg kontra, maka umat yg pro juga akan menjawab/berpegang pd ijma ulama yg pro. Yg pro punya “Ijma ulama”-nya, demikian yg kontra

Falhamdulillah, kita mengikuti hujjah dan dalil, bukan mengikuti mayoritas manusia, ataupun mayortas ummat Islam. Dan alhamdulillah, kami lebih mengikuti para sahabat dan ulama salaf, yang mereka lebih a’lam, ahkam dan aslam agama dan manhajnya, dan mereka semua -bihamdillah- tidak ada satupun riwayat yang maqbul melakukan perayaan maulid Nabi. Sekiranya maulid itu baik, niscaya mereka lebih mendahului kita dalam kebaikan…

Antum bertanyaan:
“Sekiranya logika anda benar, coba anda survey berapa kaum muslimin yg sholat dg yg tidak sholat. Banyak mana?”
ane rasa itu tdk nyambung dengan apa yg ane maksud, ane ngebahas mslh “suatu hukum” yg masih dlm perdebatan bukan masalah hukum yg sudah jelas2 ijma umat. Hukum meninggalkan Sholat, muslim mana pun bahkan orang awam sekalipun pasti menghukumi perbuatan tsb dosa walo pun mayoritas mungkin tdk sholat(banyak umat yg tdk Sholat mnurut antum)—> afwan tp ane ngga’ mau su-udzon kpd muslim lain krn ane tdk lbih baik drpd orang lain…

Hal ini bukan utk qiyas dalam hal ‘hukum’, namun hal ini utk menunjukkan bahwa mayoritas bukanlah hujjah. Dan hal ini adalah waaqi’ bukan su’uzhzhan. Betapa banyak muslim di negeri ini, dan betapa banyak masjid yang dibangun, namun aopabila kita lihat betapa sepinya masjid-2 kaum muslimin. Walau mungkin bisa dikatakan, bisa jadi mereka sholat di rumah-2 mereka tidak di masjid, maka saya jawab, thayib, namun tetap saja, karena kewajiban bagi seorang pria yang baligh, aqil dan muqim adalah sholat berjamaah di masjid.

Sekiranya logika anda benar “…mayoritas umat tdk solat…dst” berarti antum memilih golongan manapun yg penting minoritas umat yg mengaku muslim, trus di dunia ini berapa perbandingan jml yg mengaku muslim antara penghuni LP dengan yg tdk menghuninya? antara yg mempunyai ahlak kaum nabi Lut AS dgn yg tdk? dll. Wal’iyadzubillah…. Tp Insya Alloh ana khusnudzon, maksud antum pasti tdk demikian.

Falhamdulillah, kita meyakini bahwa maksiat itu millah wahidah, bahwa bid’ah itu juga millah wahidah. Walaupuin begitu bervariasinya kemaksiatan dan kebid’ahan, semuanya tercakup dalam satu kata, yaitu kemaksiatan utk makssiat dan kebid’ahan utk bid’ah. Dan betapa banyaknya manusia yang bermaksiat kepada Alloh dibandingkan yang tidak. Kejahatan tdk lah diukur dari jumlah penghuni LP atau akhlaq kaum nabi luth, namun banyak lainnya, seperti berjudi, minum khamr, berzina, dan selainnya.

Afwan, mudah2an Alloh SWT memaafkan ane, antum da siapa saja, bila dalam posting komentar ini ada perasaan merendahkan satu sama lian!!!!! ana sama sekali tdk ingin ada perasaan/motifasi2 jelek di sini, ane hanya kpingin ngutarain alasan ane pribadi dlm hal peringatan mauilid supaya tdk ada su’udzon antara yg pro & kontra. Ana tdk bermaksud memaksa pihak lain yg berbeda pendapat dengan ana supaya mendukung keyakinan yg ana anggap benar, sebagai mana antum melakukan fosting artikel ini, ana yakin antum mempunyai motifasi “pemurnian aqidah” meluruskan pemahaman2 yg menurut antum tdk sejalan dengan Qur’an, sunnah serta ijma salafus-Shaleh RA.

Amin, semoga Alloh memberikan kepada kita hidaayah dan taufiq-Nya dan mempersatukan kita di atas al-Qur`an dan as-Sunnah.

Ana cuma saran gmn supaya penyampaian sesuatu yg menurut anggapan antum sesuai dgn Syara (Qur’an, Hadits, Ijma’ Ulama dgn pemahaman Salafus Sholeh) bisa menyejukan sebagaimana yg dicontohkan “Sayyidus-Salaf” bil-latii hiya ahsan….

“JAYA LAH AHLUS-SUNNAH….!”
Wa Salamu ‘alaikum Wr. Wb.

Wa’alkaikumus Salam warohmatullahi wabarokatuh.

Masuk log untuk membalas
abuamincepu permalink
April 5, 2008 9:39 am
Saudara yang budiman yang seneng banget,

Alloh tabaroka wa ta’ala berfirman :

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” Anisa 59.

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” Alahzab 21.

“Jika saudara yang lagi seneng banget, ketahuilah bahwa manusia yang paling Ma’sum hanya Rasululloh Sholollohualaihi wassalam, maka jadikan beliau tauladan yang kita taati, Jikalau Peringatan Maulid Nabi ini baik, tentu Rasululloh Sholollohualai wassalam yang akan memberi contoh paling dahulu”

“Maka perhatikan dan telitilah, apakah rasululloh mencontohkan Maulid seperti ini?”
“Jika jawabnya tidak mencontontohkan,lalu mengapa kita menjalankan sesuatu yang tak
dicontohkan Rasululloh?”

“Apakah benar kita mengaku menghormati pendapat ulama’ tapi disisi lain menyelesihi Perintah Rasululloh Sholollohu alaihi wassalam, Dimana Rasululloh menyeru untuk menyelisihi Kebiasaan kaum Yahudi dan Nasoro”

“Ataukah mungkin kita hanya mengikuti kebiasaan kebanyakan manusia?”

“Sungguh hamba-hamba yang berkeyakinan benar tiada keberatan mengikuti hukum yang haq (Kembali kepada Alqur’an dan Assunah), dan mereka hamba beriman mempunyai hati yang legowo atas ketetapan Alloh dan Rasul-Nya, Kemudian Mereka Berkata “Kami mendengar dan kami patuh kepada Alloh dan Rasul-Nya”.

Semoga Alloh Menunjuki kita semua untuk menggunakan logika kita diatas Akidah dan kaidah-kaidah yang benar. Allohua’lam Bish showab.

Masuk log untuk membalas
insyaflahsalafy permalink
April 5, 2008 8:52 pm
tanya:
Di tempat saya, karena takut bid’ah, akhirnya semua hal yang berkaitan dengan maulid ditiadakan.
Pekan berikutnya semua orang Islam ditanya, “Siapa yang ingat bahwa pekan lalu adalah tanggal kelahiran Rasulullah ?”
Ternyata, tidak satupun yang ingat.
Jadi, bagaimana solusinya ? Apa mengganti materi pengajian rutin menjadi sirah nabi pun harus dipukul rata sebagai bid’ah ? :)
Bagaimana pula kalau tidak ada pengajian rutin ?

Agar tidak takut bid’ah maka selayaknya kita belajar ta’shil (fondasi) ilmu, baik itu aqidah, manhaj, hadits dan selainnya, terutama dalam masalah bid’ah. Anda juga bisa mempelajari buku ‘Ilmu ‘Ushulil Bida’ karya Syaikh ‘Ali Hasan al-Halabi, atau buku-2 lainnya.
Untuk mencintai Rasulullah, maka ada banyak hal yang bisa kita lakukan, dan yang paling utama adalah kita berupaya mencontoh semua yang berasal dari beliau. Kecintaan kita kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan sekedar simbolis atau slogan belaka, namun harus termanifestasikan dalam kehidupan kita.
Sekiranya peringatan maulid Nabi itu sunnah atau dianjurkan, niscaya para sahabat dan salaf ridhwanullah ‘alaihim ajma’in akan lebih mendahului kita di dalam kebaikan. Namun kenyataannya tdk ada satupun dari mereka merayakan maulid.
Sesungguhnya, dengan mempelajari sirah, merupakan salah satu bentuk kecintaan kita kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Dan tidak ada korelasinya, antara mempelajari sirah yang dapat kita lakukan kapan saja, tanpa terikat dengan waktu mu’ayan, dengan peringatan-2 simbolis maulid Nabi yang seringkali penuh dengan kemungkaran dan kebid’ah, Wal’iyadzubillah.
Jadi, suatu hal yang cukup aneh bagi saya, ketika Anda mengkorelasikan antara peringatan maulid dengan mempelajari sirah Nabi… Semoga Alloh memberikan hidayah-Nya kepada kita semua.

Masuk log untuk membalas
senengbanget permalink
April 9, 2008 9:41 am
Dari tanggapan antum & Ashab Antum, sederhana sj jawaban ana:

Antum bebas mengklaim golongan/sekte Antum sj yg punya/menguasi dalil dan hujah, Antum kira mayoritas ulama lain tdk mengetahui dalil/hujah? Apa Antum kira golongan diluar Antum tdk menguasai ilmu2 Qur’an & Hadits? Afwan Akhi, inilah salah satu penyakit mahluq yg sangat sukar diobati yaitu “takabur” merasa paling benar, paling mengikuti hujjah/dalil Qur’an & Hadits, paling ittiba thdp generasi Sahabat & Salafus-Shaleh dll…. diluar sekte-nya adalah bodoh, bid’ah tdk mengerti ilmu agama dll. Penyakit ini pula (Takabur/merasa paling benar dll) yg merupakan dosa pertama yg dilakukan mahluk ke pd Allo SWT dengan ucapannya “Ana Khoirun min hu….”

Kalo boleh tanya dari mana Antum mengambil dalil? apakah sanad2 yg Antum ambil muttasil, sampai pada Nabi SAW???? Jangan hanya bicara/ngaku mengikuti RasuluLloh SAW Sohabat, & generasi Salafus-Sholeh lainnya, kalo hanya bicara, siapapun bisa. Alhamdulillah Guru2 & Ulama2 kami mempunyai sanad yg muttasil sampai kpd Sayyidina wa Maulana Muhammad SAW. dgn sanad2 yg Tsiqoh. (ana cuma Tahaduts bi Ni’mah)

Masalah dalil2, sangat banyak utk menghemat ruang komentar ini, ana yakin antum bisa searching di Google dalil2 yg membolehkan Maulid, bukannya apa2 tp supaya antum bisa menilai suatu hukum secara berimbang dari dua kutub yg berbeda & supaya pemikiran qta tdk picik! Antum hanya melihat dari sisi pandang “Ulama” anda saja, seperti yg tlah ana sampaikan, jangan membiasakan berfikiran picik!

Afwan, Ana yaqin banyak kt2 ana yg dirasakan menyakitkan, ana minta maaf ana tdk bermaksud demikian, tp kadang kalo penyakit sudah akut perlu penanganan khusus yg tdk jarang akan merasakan kesakitan yg amat, tp bersabarlah kalo qta ingin cpat sembuh!

Afwan sekali lgi…”Takabur kpd orang takabur = Sodaqoh”

Salam hormat ana utk Guru2 antum yg mulia & Keluarga! Smoga Alloh membersihkan hati qta dari sifat Takabur & penyakit2 hati lainnya! Semoga aqidah yg qta pegang benar2 diatas jalur yg benar(Qur’an & Hadits) dengan pemahaman Salafus-Sholeh! Semoga qta dikaruniai kelapangan hati dalam menerima kebenaran! Aamiiin

Masuk log untuk membalas
bmnot permalink
April 17, 2008 4:45 pm
anakbangsa berkata:
Tidaklah kita boleh menyalahkan yang karena sebab yang tidak pasti
dan pastinya mereka memiliki hadist yang kuat pula
dan janganlah kalian saudaraku terkenan makanan setan untuk membunuh dirinya sendiri
dan apakah kita tiada berpikir bahwasanya ISLAM hancur bukan karena dikalahkan musuh tapi hancur oleh tangannya sendiri
Perangilah yag wajib kalian perangi (Orang yang sesat yang benar2 sesat)
Musuhilah yang wajib kalian musuhi (Iblis & keturunannya)

Masuk log untuk membalas
orgawam permalink
April 21, 2008 10:25 pm
Sebagai penyeimbang ttg hukum memperingati Maulid, coba simak ini
Pendapat Para Ulama Ahlu sunnah wal jamaah ttg Maulid.
Masih ada yg lain. Namun itu saya kira mencukupi. Semoga manfaat

Artikel di atas dinukil dari situs shufiy yang mengagungkan Habib Ali al-Jufri dari Yaman dan sebagian besar mengambil atau serupa dengan istidlal Habib ‘Ali al-Jufri. Falhamdulillah, beberapa waktu lalu, seorang rekan yang bekerja di Bahrain, memberikan saya hadiah, diantaranya sebuah buku bantahan thd ‘Ali al-Jufri tentang pembolehannya dan metode istidlalnya yang penuh dengan kesalahkaprahan di dalam memperbolehkan maulid.
Jika ada waktu, akan saya intisarikan isi buku tersebut. Sayang, minggu-2 ini saya masih di Depok bersama isteri, jadi blm ada kesempatan utk mengupdate isi blog.

Masuk log untuk membalas
orgawam permalink
Mei 6, 2008 12:10 pm
Artikel di atas dinukil dari situs shufiy yang mengagungkan Habib Ali al-Jufri …

====

Mestinya yg disebut ulama2 salaf bukan hanya ulama2 dari Saudi dkk saja.

Betul sekali. Dan saya tidak pernah mengklaim bahwa ulama salaf hanya ulama saudi saja.

Dari siapapun hujah harus dilihat secara obyektif. Lihatlah isi di dalamnya, ada banyak pendapat2 ulama ahlu sunnah waljamaah. Sejak zaman 500-an H ulama2 telah menyetujuinya. Ibnu Katsir, Ibnu Hajr, as Suyuti, Qasthalany, Al Iraqy, dll. Bukankah mereka itu ulama2 salaf juga?

Betul, mereka adalah ulama salaf. Namun penukilan dari mereka harus dicek dan diperiksa, baik teks maupun konteksnya. Dan di sinilah salah seorang penulis yang membantah Ali al-Jufri menyebutkan kekeliruan metode istinbath dan penukilan beliau.

Melihat banyak artikel anda yg lain mengutip pendapat Ibnu Hajr atau Ibnu Katsir, kenapa kali ini tak dikutib pendapatnya?

Di dalam artikel lain sebelumnya ttg maulid, ada penukilan dari mereka. Dan dalam waktu akan datang akan kita periksa kembali penukilan-2 tsb.

Para ulama ahlu sunnah waljamaah ramai2 menggubah kitab Maulid. Bahkan ibnu katsir pun ada mengarang kitab Maulid. Lihat link di atas. Apakah ini akan diingkari juga.

Penisbatan buku tsb juga perlu dicek dan diperiksa. JIka memang beliau menuliskannya, maka kullu qowlin yu’khadz wa yutrak, illan Nabiy shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sementara ini ana sangsi akan penisbatan buku tsb. Untuk itu ana tawaqquf, sampai ana mengecek kembali penisbatan tersebut.

Maaf kl tak berkenan.

Masuk log untuk membalas
yansya permalink
September 9, 2008 12:22 pm
Assalamu ‘alaikum Wr. Wb.

SALAM KENAL….

DARI PERSOALAN DIATAS, ANA HANYA COMMENT… ” KALAU SEKIRANYA PERBUATAN ITU BAIK, TENTU PARA SHAHABAT RA TELAH MENDAHULUI KITA UNTUK MENGERJAKANNYA ”

Assalamu ‘alaikum Wr. Wb.

Masuk log untuk membalas
deva123jur permalink
Oktober 6, 2008 3:28 am
deva berkata :
assalamu’alaikum wr. wb.
Salam kenal…

kita harus dewasa dalam beragama …..

Assalamu’alaikum wr, wb

Masuk log untuk membalas
orgawam permalink
November 4, 2008 11:33 pm
@yansya (#16)
Ada banyak perbuatan baik yg para sahabat tak mengerjakannya.
Menulis hadits, memberi tanda waqaf al Qur’an, menomori surat dan ayat al Qur’an, menulis sirah Nabawi, menulis kitab tata bahasa arab, dan masih banyak lagi, termasuk menulis kitab Maulid. Itu semua tak dilakukan para sahabat ra. Padahal ke semuanya adalah perbuatan baik.
Maka di sini argumen anda lemah sekali.

Sesunggunya menulis kitab sirah, tata bahasa, memberi tanda waqaf Qur’an dan semisalnya termasuk maslahah mursalah. Adapun menulis kitab maulid, maka kita lihat dulu apa isinya. Jika isinya adalah sirah Nabi dan pujian kepada beliau dengan pujian yang layak kepada beliau dan tidak berlebihan, apalagi sampai memberikan sifat rububiyah atau ilahiyah kepada beliau ‘alaihi sholatu wa salam, maka ini haram hukumnya… Menulis kitab maulid berupa shalawat2 buatan sendiri, dan menentukan cara dan waktu untuk membacanya, maka ini termasuk bid’ah dhalalah. Wallohu a’lam.

Masuk log untuk membalas
orgawam permalink
November 19, 2008 4:56 am
Seharusnya lah anda bersikap adil. Jika kitab sirah, tata bahasa, memberi tanda waqaf Qur’an dan semisalnya termasuk maslahah mursalah, maka kitab maulid pun termasuk maslahah mursalah juga.

Seandainya ada yg salah di dalam kitab, maka sdh sepantasnya dihukumi menurut kesalahannya. Dan itu berlaku untuk semua kitab, tak hanya untuk Maulid saja.

Memperketat hukum untuk satu hal (kitab Maulid) dan melonggarkan ke hal lain (kitab2 yg lain) adalah standard ganda. Ini perbuatan dzolim.

Selain itu, tudingan anda (ttg kitab maulid) di atas harus dibuktikan. Apalagi banyak para ulama salafus saleh yg mengarangnya, sebagaimana komentar saya sebelumnya (#13).

Jika tudingan tak terbukti, maka fitnah lah yang telah disebarkan.

Maaf kl tak berkenan. Wallahu a’lam.

Masuk log untuk membalas Lacak Balik
BID’AHKAH PERINGATAN MAULID NABI?? « Cahaya Kebenaran
Tinggalkan Balasan Cancel reply
Anda harus masuk log untuk mengirim sebuah komentar.

Cari

Langganan Artikel
Masukkan alamat email Anda untuk berlangganan blog ini dan menerima pemberitahuan tulisan-tulisan baru melalui surel.






Tautan




Ebook Terbaru


Artikel Terbaru
WAHAI RAKYAT MESIR
Nasehat Syaikh ‘Alî al-Halabî Seputar Krisis di Mesir (bagian 1)
PARA PENJEBAK DAN HASRAT UNTUK MENCELA
Nasehat Syaikh Ali Hasan : Bantahlah Dengan Lemah Lembut
Ebook : Sekali Lagi, Berlemahlembutlah Wahai Ahlus Sunnah Kepada Ahlus Sunnah
Ebook: Berlemahlembutlah Wahai Penuntut Ilmu, Nasehat Syaikh Muhammad al-Imam
(Syarah Hadits) Utusan Yang Meminta Penjelasan Dari Nabi
SEKALI LAGI TENTANG SYAIKH MUHAMMAD HASSAN AL-MISHRI
Sekelumit Faidah Tafsir Ihdinash Shirathal Mustaqim
(Syarh Hadits) Thaifah al-Manshurah
Artikel Populer
Buku Elektronik
PANDUAN SINGKAT TENTANG BEKAM
Nasehat Syaikh ‘Alî al-Halabî Seputar Krisis di Mesir (bagian 1)
WAHAI RAKYAT MESIR
MAULID : Tinjauan Sejarah dan Analisa Dampak
STUDI KRITIS PEMAHAMAN JAMA’AH TABLIGH
ARTIKEL
STUDI KRITIS : Syair-syair Barzanji & Burdah
FATWA-FATWA TENTANG MEMANDIKAN DAN MENGKAFANI JENAZAH
SEKALI LAGI TENTANG SYAIKH MUHAMMAD HASSAN AL-MISHRI
Komentar
bashiroh pada Nasehat Syaikh ‘Alî al-Halabî Seputar Krisis di Mesir (bagian 1)
sultanhaidar pada Nasehat Syaikh ‘Alî al-Halabî Seputar Krisis di Mesir (bagian 1)
sultanhaidar pada Nasehat Syaikh ‘Alî al-Halabî Seputar Krisis di Mesir (bagian 1)
Tweets that mention Nasehat Syaikh ‘Alî al-Halabî Seputar Krisis di Mesir (bagian 1) « Homepage Abu Salma -- Topsy.com pada Nasehat Syaikh ‘Alî al-Halabî Seputar Krisis di Mesir (bagian 1)
afiyf pada PANDUAN SINGKAT TENTANG BEKAM
HALLOWEEN KERAMAT? « Raditya Ahmad Syah Arrafi pada HALLOWEEN KERAMAT?
Tweets that mention Nasehat Syaikh Ali Hasan : Bantahlah Dengan Lemah Lembut « Homepage Abu Salma -- Topsy.com pada Nasehat Syaikh Ali Hasan : Bantahlah Dengan Lemah Lembut
Tweets that mention Ebook : Sekali Lagi, Berlemahlembutlah Wahai Ahlus Sunnah Kepada Ahlus Sunnah « Homepage Abu Salma -- Topsy.com pada Ebook : Sekali Lagi, Berlemahlembutlah Wahai Ahlus Sunnah Kepada Ahlus Sunnah
Tweets that mention (Syarah Hadits) Utusan Yang Meminta Penjelasan Dari Nabi « Homepage Abu Salma -- Topsy.com pada (Syarah Hadits) Utusan Yang Meminta Penjelasan Dari Nabi
Tweets that mention Ebook: Berlemahlembutlah Wahai Penuntut Ilmu, Nasehat Syaikh Muhammad al-Imam « Homepage Abu Salma -- Topsy.com pada Ebook: Berlemahlembutlah Wahai Penuntut Ilmu, Nasehat Syaikh Muhammad al-Imam
Tags Favorit
Adab Islami Agama Syiah Aqidah & Manhaj Bahasa Arab Bantahan Bid'ah Biografi Diskursus Fatawa Fikih Islami Firqoh Ghazwul Fikri Hadits Ibrah Informasi Jarh wa Ta'dil Kristologi Nasehat Ulama Pembelaan Ramadhan Sains Islam Sirah Siyasah Syubuhat Tafsir & Ilmu tafsir Tahdzir Takfiri Tazkiyatun Nafsi Tragedi Gaza wala' dan baro'
Follow Me @Twitter
Kita bukanlah manusia yg suci, berafiliasi kpd manhaj yg suci, namun jangan sampai kita mensucikan diri sendiri atau merasa mjd org yg suciabusalma4 days ago
Kita adl manusia yg tdk ma'shum, dan berafiliasi kpd manhaj yg ma'shum, namun jgn sampai menyebabkan kita merasa mjd org yg ma'shum...abusalma4 days ago
حكم الاحتفال بالمولد http://kulalsalafiyeen.com/vb/showthread.php?t=24814abusalma5 days ago
(السمع والطاعة بين السلفيين والسروريين)للشيخ الودود عبدالعزيز الريس http://kulalsalafiyeen.com/vb/showthread.php?t=24791abusalma5 days ago
RT @kompasdotcom: Mesir: Bangunan Runtuh, 13 Tewas, 23 Luka http://kom.ps/G0abusalma5 days ago
Ambil Untuk Situs Anda


↑ Kopi Animator Feed ini

>
Arsip
Pilih Bulan Februari 2011 (2) Januari 2011 (22) Desember 2010 (1) Juni 2010 (1) Mei 2010 (3) Januari 2010 (2) Desember 2009 (4) November 2009 (3) Agustus 2009 (3) Juli 2009 (1) Juni 2009 (4) April 2009 (3) Maret 2009 (8) Februari 2009 (12) Januari 2009 (15) November 2008 (2) Oktober 2008 (1) Mei 2008 (4) April 2008 (1) Maret 2008 (4) Februari 2008 (12) Januari 2008 (8) Desember 2007 (15) November 2007 (20) Oktober 2007 (21) September 2007 (23) Agustus 2007 (34) Juli 2007 (12) Juni 2007 (5) Mei 2007 (16) April 2007 (34) Maret 2007 (28) Februari 2007 (18) Januari 2007 (41) Desember 2006 (9) November 2006 (12) Oktober 2006 (13) September 2006 (5)
Navigasi
ARTIKEL
Audio-Video
Buku Elektronik
Buku Tamu
COPYRIGHT
Kontak
Tautan
Tentang Pengelola
Terbanyak diklik
abu.salma.web.id/wp-…
abusalma.net/wp-cont…
Admin
Daftar
Masuk log
RSS Entri
RSS Komentar
WordPress.com
Jumlah Pengunjung
1,578,532 Orang
Kontak Saya
Hubungi Saya Via YM




My ID : abu_amman



ID : abu.salma81@gmail.com


ID : ibnu_burhan@hotmail.com
Spam Blocked
41.329
spam comments
blocked by
Akismet
Pengunjung Situs ini












Blog pada WordPress.com.

Theme: Vigilance by The Theme Foundry.

Send to Email Address Nama Anda Your Email Address
Batal
Post was not sent - check your email addresses!
Email check failed, please try again
Sorry, your blog cannot share posts by email.

MAULID TIDAK BID'AH

Pendapat para ulama tentang Maulid Nabi saw
Posted by orgawam pada Maret 27, 2008

Saya kutib dan saya ringkas dari sumber di bawah.


Kemuliaan dan kegembiraan atas kelahiran Rasul saw

Allah merayakan hari kelahiran para Nabi Nya


“(Isa berkata dari dalam perut ibunya) Salam sejahtera atasku, di hari kelahiranku, dan hari aku wafat, dan hari aku dibangkitkan” (QS Maryam 33)


“Salam Sejahtera dari kami (untuk Yahya as) dihari kelahirannya, dan hari wafatnya dan hari ia dibangkitkan” (QS Maryam 15)


Rasul saw lahir dengan keadaan sudah dikhitan (Almustadrak ala shahihain hadits no.4177)


Berkata Utsman bin Abil Ash Asstaqafiy dari ibunya yg menjadi pembantunya Aminah ra bunda Nabi saw,

ketika Bunda Nabi saw mulai saat saat melahirkan, ia (ibu utsman) melihat bintang bintang mendekat hingga ia takut berjatuhan diatas kepalanya, lalu ia melihat cahaya terang benderang keluar dari Bunda Nabi saw hingga membuat terang benderangnya kamar dan rumah (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583)


Ketika Rasul saw lahir kemuka bumi beliau langsung bersujud (Sirah Ibn Hisyam)


Riwayat shahih oleh Ibn Hibban dan Hakim bahwa

Ibunda Nabi saw saat melahirkan Nabi saw melihat cahaya yg terang benderang hingga pandangannya menembus dan melihat Istana Istana Romawi (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583)


Malam kelahiran Rasul saw itu runtuh singgasana Kaisar Kisra, dan runtuh pula 14 buah jendela besar di Istana Kisra, dan Padamnya Api di Kekaisaran Persia yg 1000 tahun tak pernah padam. (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583)

Kenapa kejadian kejadian ini dimunculkan oleh Allah swt?, kejadian kejadian besar ini muncul menandakan kelahiran Nabi saw, dan Allah swt telah merayakan kelahiran Muhammad Rasulullah saw di Alam ini, sebagaimana Dia swt telah pula membuat salam sejahtera pada kelahiran Nabi nabi sebelumnya.

Rasulullah saw tentang hari kelahiran beliau saw
Ketika beliau saw ditanya mengenai puasa di hari senin, beliau saw menjawab :

“Itu adalah hari kelahiranku, dan hari aku dibangkitkan” (Shahih Muslim hadits no.1162).


Rasul saw jelas jelas memberi pemahaman bahwa hari senin itu berbeda dihadapan beliau saw daripada hari lainnya, dan hari senin itu adalah hari kelahiran beliau saw. Karena beliau saw tak menjawab misalnya : “oh puasa hari senin itu mulia dan boleh boleh saja..”, namun beliau bersabda : “itu adalah hari kelahiranku”, menunjukkan bagi beliau saw hari kelahiran beliau saw ada nilai tambah dari hari hari lainnya, contoh mudah misalnya zeyd bertanya pada amir : “bagaimana kalau kita berangkat umroh pada 1 Januari?”, maka amir menjawab : “oh itu hari kelahiran saya”. Nah.. bukankah jelas jelas bahwa zeyd memahami bahwa 1 januari adalah hari yg berbeda dari hari hari lainnya bagi amir?, dan amir menyatakan dengan jelas bahwa 1 januari itu adalah hari kelahirannya, dan berarti amir ini termasuk orang yg perhatian pada hari kelahirannya, kalau amir tak acuh dg hari kelahirannya maka pastilah ia tak perlu menyebut nyebut bahwa 1 januari adalah hari kelahirannya,

dan Nabi saw tak memerintahkan puasa hari senin untuk merayakan kelahirannya, pertanyaan sahabat ini berbeda maksud dengan jawaban beliau saw yg lebih luas dari sekedar pertanyaannya, sebagaimana contoh diatas, Amir tak mmerintahkan umroh pada 1 januari karena itu adalah hari kelahirannya, maka mereka yg berpendapat bahwa boleh merayakan maulid hanya dg puasa saja maka tentunya dari dangkalnya pemahaman terhadap ilmu bahasa.

Orang itu bertanya tentang puasa senin, maksudnya boleh atau tidak?, Rasul saw menjawab : hari itu hari kelahiranku, menunjukkan hari kelahiran beliau saw ada nilai tambah pada pribadi beliau saw, sekaligus diperbolehkannya puasa dihari itu.
Maka jelaslah sudah bahwa Nabi saw termasuk yg perhatian pada hari kelahiran beliau saw, karena memang merupakan bermulanya sejarah bangkitnya islam.

Sahabat memuliakan hari kelahiran Nabi saw


Berkata Abbas bin Abdulmuttalib ra : “Izinkan aku memujimu wahai Rasulullah..” maka Rasul saw menjawab: “silahkan..,maka Allah akan membuat bibirmu terjaga”, maka Abbas ra memuji dg syair yg panjang, diantaranya :“… dan engkau (wahai nabi saw) saat hari kelahiranmu maka terbitlah cahaya dibumi hingga terang benderang, dan langit bercahaya dengan cahayamu, dan kami kini dalam naungan cahaya itu dan dalam tuntunan kemuliaan (Al Qur’an) kami terus mendalaminya” (Mustadrak ‘ala shahihain hadits no.5417)



Kasih sayang Allah atas kafir yg gembira atas kelahiran Nabi saw


Diriwayatkan bahwa Abbas bin Abdulmuttalib melihat Abu Lahab dalam mimpinya, dan Abbas bertanya padanya : “bagaimana keadaanmu?”, abu lahab menjawab : “di neraka, Cuma diringankan siksaku setiap senin karena aku membebaskan budakku Tsuwaibah karena gembiraku atas kelahiran Rasul saw” (Shahih Bukhari hadits no.4813, Sunan Imam Baihaqi Alkubra hadits no.13701, syi’bul iman no.281, fathul baari Almasyhur juz 11 hal 431).

Walaupun kafir terjahat ini dibantai di alam barzakh, namun tentunya Allah berhak menambah siksanya atau menguranginya menurut kehendak Allah swt, maka Allah menguranginya setiap hari senin karena telah gembira dg kelahiran Rasul saw dengan membebaskan budaknya.

Walaupun mimpi tak dapat dijadikan hujjah untuk memecahkan hukum syariah, namun mimpi dapat dijadikan hujjah sebagai manakib, sejarah dan lainnya, misalnya mimpi orang kafir atas kebangkitan Nabi saw, maka tentunya hal itu dijadikan hujjah atas kebangkitan Nabi saw maka Imam imam diatas yg meriwayatkan hal itu tentunya menjadi hujjah bagi kita bahwa hal itu benar adanya, karena diakui oleh imam imam dan mereka tak mengingkarinya.



.

Rasulullah saw memperbolehkan Syair pujian di masjid


Hassan bin Tsabit ra membaca syair di Masjid Nabawiy yg lalu ditegur oleh Umar ra, lalu Hassan berkata : “aku sudah baca syair nasyidah disini dihadapan orang yg lebih mulia dari engkau wahai Umar (yaitu Nabi saw), lalu Hassan berpaling pada Abu Hurairah ra dan berkata : “bukankah kau dengar Rasul saw menjawab syairku dg doa : wahai Allah bantulah ia dengan ruhulqudus?, maka Abu Hurairah ra berkata : “betul” (shahih Bukhari hadits no.3040, Shahih Muslim hadits no.2485)



Ini menunjukkan bahwa pembacaan Syair di masjid tidak semuanya haram, sebagaimana beberapa hadits shahih yg menjelaskan larangan syair di masjid, namun jelaslah bahwa yg dilarang adalah syair syair yg membawa pada Ghaflah, pada keduniawian, namun syair syair yg memuji Allah dan Rasul Nya maka hal itu diperbolehkan oleh Rasul saw bahkan dipuji dan didoakan oleh beliau saw sebagaimana riwayat diatas, dan masih banyak riwayat lain sebagaimana dijelaskan bahwa

Rasul saw mendirikan mimbar khusus untuk hassan bin tsabit di masjid agar ia berdiri untuk melantunkan syair syairnya (Mustadrak ala shahihain hadits no.6058, sunan Attirmidzi hadits no.2846) oleh Aisyah ra bahwa ketika ada beberapa sahabat yg mengecam Hassan bin Tsabit ra maka Aisyah ra berkata : “Jangan kalian caci hassan, sungguh ia itu selalu membanggakan Rasulullah saw”(Musnad Abu Ya’la Juz 8 hal 337).


.


Pendapat Para Imam dan Muhaddits atas perayaan Maulid


Sebelumnya perlu dijelaskan bahwa yg dimaksud Al Hafidh adalah mereka yg telah hafal lebih dari 100.000 hadits dengan sanad dan hukum matannya, dan yg disebut Hujjatul Islam adalah yg telah hafal 300.000 hadits dengan sanad dan hukum matannya.

1. Berkata Imam Al Hafidh Ibn Hajar Al Asqalaniy rahimahullah :
Telah jelas dan kuat riwayat yg sampai padaku dari shahihain bahwa Nabi saw datang ke Madinah dan bertemu dengan Yahudi yg berpuasa hari asyura (10 Muharram), maka Rasul saw bertanya maka mereka berkata : “hari ini hari ditenggelamkannya Fir’aun dan Allah menyelamatkan Musa, maka kami berpuasa sebagai tanda syukur pada Allah swt, maka bersabda Rasul saw : “kita lebih berhak atas Musa as dari kalian”, maka diambillah darinya perbuatan bersyukur atas anugerah yg diberikan pada suatu hari tertentu setiap tahunnya, dan syukur kepada Allah bisa didapatkan dg pelbagai cara, seperti sujud syukur, puasa, shadaqah, membaca Alqur’an, maka nikmat apalagi yg melebihi kebangkitan Nabi ini?, telah berfirman Allah swt “SUNGGUH ALLAH TELAH MEMBERIKAN ANUGERAH PADA ORANG ORANG MUKMININ KETIKA DIBANGKITKANNYA RASUL DARI MEREKA” (QS Al Imran 164)

2. Pendapat Imam Al Hafidh Jalaluddin Assuyuthi rahimahullah :
Telah jelas padaku bahwa telah muncul riwayat Baihaqi bahwa Rasul saw ber akikah untuk dirinya setelah beliau saw menjadi Nabi (Ahaditsulmukhtarah hadis no.1832 dg sanad shahih dan Sunan Imam Baihaqi Alkubra Juz 9 hal.300), dan telah diriwayatkan bahwa telah ber Akikah untuknya kakeknya Abdulmuttalib saat usia beliau saw 7 tahun, dan akikah tak mungkin diperbuat dua kali, maka jelaslah bahwa akikah beliau saw yg kedua atas dirinya adalah sebagai tanda syukur beliau saw kepada Allah swt yg telah membangkitkan beliau saw sebagai Rahmatan lil’aalamiin dan membawa Syariah utk ummatnya, maka sebaiknya bagi kita juga untuk menunjukkan tasyakkuran dengan Maulid beliau saw dengan mengumpulkan teman teman dan saudara saudara, menjamu dg makanan makanan dan yg serupa itu untuk mendekatkan diri kepada Allah dan kebahagiaan. bahkan Imam Assuyuthiy mengarang sebuah buku khusus mengenai perayaan maulid dengan nama : “Husnulmaqshad fii ‘amalilmaulid”.

3. Pendapat Imam Al hafidh Abu Syaamah rahimahullah (Guru imam Nawawi) :
Merupakan Bid’ah hasanah yg mulia dizaman kita ini adalah perbuatan yg diperbuat setiap tahunnya di hari kelahiran Rasul saw dengan banyak bersedekah, dan kegembiraan, menjamu para fuqara, seraya menjadikan hal itu memuliakan Rasul saw dan membangkitkan rasa cinta pada beliau saw, dan bersyukur kepada Allah dg kelahiran Nabi saw.

4. Pendapat Imamul Qurra’ Alhafidh Syamsuddin Aljazriy rahimahullah dalam kitabnya ‘Urif bitta’rif Maulidissyariif :
Telah diriwayatkan Abu Lahab diperlihatkan dalam mimpi dan ditanya apa keadaanmu?, ia menjawab : “di neraka, tapi aku mendapat keringanan setiap malam senin, itu semua sebab aku membebaskan budakku Tsuwaibah demi kegembiraanku atas kelahiran Nabi (saw) dan karena Tsuwaibah menyusuinya (saw)” (shahih Bukhari). maka apabila Abu Lahab Kafir yg Alqur’an turun mengatakannya di neraka mendapat keringanan sebab ia gembira dengan kelahiran Nabi saw, maka bagaimana dg muslim ummat Muhammad saw yg gembira atas kelahiran Nabi saw?, maka demi usiaku, sungguh balasan dari Tuhan Yang Maha Pemurah sungguh sungguh ia akan dimasukkan ke sorga kenikmatan Nya dengan sebab anugerah Nya.

5. Pendapat Imam Al Hafidh Syamsuddin bin Nashiruddin Addimasyqiy dalam kitabnya Mauridusshaadiy fii maulidil Haadiy :
Serupa dg ucapan Imamul Qurra’ Alhafidh Syamsuddin Aljuzri, yaitu menukil hadits Abu Lahab

6. Pendapat Imam Al Hafidh Assakhawiy dalam kitab Sirah Al Halabiyah
berkata ”tidak dilaksanakan maulid oleh salaf hingga abad ke tiga, tapi dilaksanakan setelahnya, dan tetap melaksanakannya umat islam di seluruh pelosok dunia dan bersedekah pd malamnya dg berbagai macam sedekah dan memperhatikan pembacaan maulid, dan berlimpah terhadap mereka keberkahan yg sangat besar”.

7. Imam Al hafidh Ibn Abidin rahimahullah
dalam syarahnya maulid ibn hajar berkata : ”ketahuilah salah satu bid’ah hasanah adalah pelaksanaan maulid di bulan kelahiran nabi saw”

8. Imam Al Hafidh Ibnul Jauzi rahimahullah
dengan karangan maulidnya yg terkenal ”al aruus” juga beliau berkata tentang pembacaan maulid, ”Sesungguhnya membawa keselamatan tahun itu, dan berita gembira dg tercapai semua maksud dan keinginan bagi siapa yg membacanya serta merayakannya”.

9. Imam Al Hafidh Al Qasthalaniy rahimahullah
dalam kitabnya Al Mawahibulladunniyyah juz 1 hal 148 cetakan al maktab al islami berkata: ”Maka Allah akan menurukan rahmat Nya kpd orang yg menjadikan hari kelahiran Nabi saw sebagai hari besar”.

10. Imam Al hafidh Al Muhaddis Abulkhattab Umar bin Ali bin Muhammad yg terkenal dg Ibn Dihyah alkalbi
dg karangan maulidnya yg bernama ”Attanwir fi maulid basyir an nadzir”

11. Imam Al Hafidh Al Muhaddits Syamsuddin Muhammad bin Abdullah Aljuzri
dg maulidnya ”urfu at ta’rif bi maulid assyarif”

12. Imam al Hafidh Ibn Katsir
yg karangan kitab maulidnya dikenal dg nama : ”maulid ibn katsir”

13. Imam Al Hafidh Al ’Iraqy
dg maulidnya ”maurid al hana fi maulid assana”

14. Imam Al Hafidh Nasruddin Addimasyqiy
telah mengarang beberapa maulid : Jaami’ al astar fi maulid nabi al mukhtar 3 jilid, Al lafad arra’iq fi maulid khair al khalaiq, Maurud asshadi fi maulid al hadi.

15. Imam assyakhawiy
dg maulidnya al fajr al ulwi fi maulid an nabawi

16. Al allamah al faqih Ali zainal Abidin As syamhudi
dg maulidnya al mawarid al haniah fi maulid khairil bariyyah

17. Al Imam Hafidz Wajihuddin Abdurrahman bin Ali bin Muhammad As syaibaniy yg terkenal dg ibn diba’
dg maulidnya addiba’i

18. Imam ibn hajar al haitsami
dg maulidnya itmam anni’mah alal alam bi maulid syayidi waladu adam

19. Imam Ibrahim Baajuri
mengarang hasiah atas maulid ibn hajar dg nama tuhfa al basyar ala maulid ibn hajar

20. Al Allamah Ali Al Qari’
dg maulidnya maurud arrowi fi maulid nabawi

21. Al Allamah al Muhaddits Ja’far bin Hasan Al barzanji
dg maulidnya yg terkenal maulid barzanji

23. Al Imam Al Muhaddis Muhammad bin Jakfar al Kattani
dg maulid Al yaman wal is’ad bi maulid khair al ibad

24. Al Allamah Syeikh Yusuf bin ismail An Nabhaniy
dg maulid jawahir an nadmu al badi’ fi maulid as syafi’

25. Imam Ibrahim Assyaibaniy
dg maulid al maulid mustofa adnaani

26. Imam Abdulghaniy Annanablisiy
dg maulid Al Alam Al Ahmadi fi maulid muhammadi”

27. Syihabuddin Al Halwani
dg maulid fath al latif fi syarah maulid assyarif

28. Imam Ahmad bin Muhammad Addimyati
dg maulid Al Kaukab al azhar alal ‘iqdu al jauhar fi maulid nadi al azhar

29. Asyeikh Ali Attanthowiy
dg maulid nur as shofa’ fi maulid al mustofa

30. As syeikh Muhammad Al maghribi
dg maulid at tajaliat al khifiah fi maulid khoir al bariah.

Tiada satupun para Muhadditsin dan para Imam yg menentang dan melarang hal ini, mengenai beberapa pernyataan pada Imam dan Muhadditsin yg menentang maulid sebagaimana disampaikan oleh kalangan anti maulid, maka mereka ternyata hanya menggunting dan memotong ucapan para Imam itu, dengan kelicikan yg jelas jelas meniru kelicikan para misionaris dalam menghancurkan Islam.

.

Berdiri saat Mahal Qiyam dalam pembacaan Maulid


Mengenai berdiri saat maulid ini, merupakan Qiyas dari kerinduan pada Rasul saw, dan menunjukkan semangat atas kedatangan sang pembawa risalah pada kehidupan kita, hal ini lumrah saja, sebagaimana penghormatan yg dianjurkan oleh Rasul saw adalah berdiri, sebagaimana diriwayatkan

ketika sa’ad bin Mu’adz ra datang maka Rasul saw berkata kepada kaum anshar : “Berdirilah untuk tuan kalian” (shahih Bukhari hadits no.2878, Shahih Muslim hadits no.1768), demikian pula berdirinya Thalhah ra untuk Ka’b bin Malik ra.



Memang mengenai berdiri penghormatan ini ada ikhtilaf ulama, sebagaimana yg dijelaskan bahwa berkata Imam Alkhattabiy bahwa berdirinya bawahan untuk majikannya, juga berdirinya murid untuk kedatangan gurunya, dan berdiri untuk kedatangan Imam yg adil dan yg semacamnya merupakan hal yg baik, dan berkata Imam Bukhari bahwa yg dilarang adalah berdiri untuk pemimpin yg duduk, dan Imam Nawawi yg berpendapat bila berdiri untuk penghargaan maka tak apa, sebagaimana Nabi saw berdiri untuk kedatangan putrinya Fathimah ra saat ia datang, namun adapula pendapat lain yg melarang berdiri untuk penghormatan.(Rujuk Fathul Baari Almasyhur Juz 11 dan Syarh Imam Nawawi ala shahih muslim juz 12 hal 93)

Namun sehebat apapun pendapat para Imam yg melarang berdiri untuk menghormati orang lain, bisa dipastikan mereka akan berdiri bila Rasulullah saw datang pada mereka, mustahil seorang muslim beriman bila sedang duduk lalu tiba tiba Rasulullah saw datang padanya dan ia tetap duduk dg santai.

Namun dari semua pendapat itu, tentulah berdiri saat mahal qiyam dalam membaca maulid itu tak ada hubungan apa apa dengan semua perselisihan itu, karena Rasul saw tidak dhohir dalam pembacaan maulid itu, lepas dari anggapan ruh Rasul saw hadir saat pembacaan maulid, itu bukan pembahasan kita, masalah seperti itu adalah masalah ghaib yg tak bisa disyarahkan dengan hukum dhohir.

Semua ucapan diatas adalah perbedaan pendapat mengenai berdiri penghormatan yg Rasul saw pernah melarang agar sahabat tak berdiri untuk memuliakan beliau saw.

Jauh berbeda bila kita yg berdiri penghormatan mengingat jasa beliau saw, tak terikat dengan beliau hadir atau tidak, bahwa berdiri kita adalah bentuk kerinduan kita pada nabi saw, sebagaimana kita bersalam pada Nabi saw setiap kita shalat pun kita tak melihat beliau saw.

Diriwayatkan bahwa Imam Al hafidh Taqiyuddin Assubkiy rahimahullah, seorang Imam Besar dan terkemuka dizamannya bahwa ia berkumpul bersama para Muhaddits dan Imam Imam besar dizamannya dalam perkumpulan yg padanya dibacakan puji pujian untuk nabi saw, lalu diantara syair syair itu merekapun seraya berdiri termasuk Imam Assubkiy dan seluruh Imam imam yg hadir bersamanya, dan didapatkan kesejukan yg luhur dan cukuplah perbuatan mereka itu sebagai panutan.

Dan berkata Imam Ibn Hajar Alhaitsamiy rahimahullah bahwa Bid’ah hasanah sudah menjadi kesepakatan para imam bahwa itu merupakan hal yg sunnah, (berlandaskan hadist shahih muslim no.1017 yg terncantum pd Bab Bid’ah) yaitu bila dilakukan mendapat pahala dan bila ditinggalkan tidak mendapat dosa, dan mengadakan maulid itu adalah salah satu Bid’ah hasanah.


Dan berkata pula Imam Assakhawiy rahimahullah bahwa mulai abad ketiga hijriyah mulailah hal ini dirayakan dengan banyak sedekah dan perayaan agung ini diseluruh dunia dan membawa keberkahan bagi mereka yg mengadakannya. (Sirah Al Halabiyah Juz 1 hal 137)

Pada hakekatnya, perayaan maulid ini bertujuan mengumpulkan muslimin untuk Medan Tablig dan bersilaturahmi sekaligus mendengarkan ceramah islami yg diselingi bershalawat dan salam pada Rasul saw, dan puji pujian pada Allah dan Rasul saw yg sudah diperbolehkan oleh Rasul saw, dan untuk mengembalikan kecintaan mereka pada Rasul saw, maka semua maksud ini tujuannya adalah kebangkitan risalah pada ummat yg dalam ghaflah, maka Imam dan Fuqaha manapun tak akan ada yg mengingkarinya karena jelas jelas merupakan salah satu cara membangkitkan keimanan muslimin, hal semacam ini tak pantas dimungkiri oleh setiap muslimin aqlan wa syar’an (secara logika dan hukum syariah), karena hal ini merupakan hal yg mustahab (yg dicintai), sebagaiman kaidah syariah bahwa

“Maa Yatimmul waajib illa bihi fahuwa wajib”, semua yg menjadi penyebab kewajiban dengannya maka hukumnya wajib.



contohnya saja bila sebagaimana kita ketahui bahwa menutup aurat dalam shalat hukumnya wajib, dan membeli baju hukumnya mubah, namun suatu waktu saat kita akan melakukan shalat kebetulan kita tak punya baju penutup aurat kecuali harus membeli dulu, maka membeli baju hukumnya berubah menjadi wajib, karena perlu dipakai untuk melaksanakan shalat yg wajib .

contoh lain misalnya sunnah menggunakan siwak, dan membuat kantong baju hukumnya mubah saja, lalu saat akan bepergian kita akan membawa siwak dan baju kita tak berkantong, maka perlulah bagi kita membuat kantong baju untuk menaruh siwak, maka membuat kantong baju di pakaian kita menjadi sunnah hukumnya, karena diperlukan untuk menaruh siwak yg hukumnya sunnah.

Maka perayaan Maulid Nabi saw diadakan untuk Medan Tablig dan Dakwah, dan dakwah merupakan hal yg wajib pada suatu kaum bila dalam kemungkaran, dan ummat sudah tak perduli dg Nabinya saw, tak pula perduli apalagi mencintai sang Nabi saw dan rindu pada sunnah beliau saw, dan untuk mencapai tablig ini adalah dengan perayaan Maulid Nabi saw, maka perayaan maulid ini menjadi wajib, karena menjadi perantara Tablig dan Dakwah serta pengenalan sejarah sang Nabi saw serta silaturahmi.

Sebagaimana penulisan Alqur’an yg merupakan hal yg tak perlu dizaman nabi saw, namun menjadi sunnah hukumnya di masa para sahabat karena sahabat mulai banyak yg membutuhkan penjelasan Alqur’an, dan menjadi wajib hukumnya setelah banyaknya para sahabat yg wafat, karena ditakutkan sirnanya Alqur’an dari ummat, walaupun Allah telah menjelaskan bahwa Alqur’an telah dijaga oleh Allah.

Hal semacam in telah difahami dan dijelaskan oleh para khulafa’urrasyidin, sahabat radhiyallahu’anhum, Imam dan Muhadditsin, para ulama, fuqaha dan bahkan orang muslimin yg awam, namun hanya sebagian saudara saudara kita muslimin yg masih bersikeras untuk menentangnya, semoga Allah memberi mereka keluasan hati dan kejernihan, amiin.

Walillahittaufiq

mengenai kejelasan hukum Bid’ah dll telah saya jelaskan dg rinci pada buku saya : “Kenalilah Akidahmu”.

Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu, semoga sukses dg segala cita cita,

Wallahu a’lam

.

Sumber: http://www.majelisrasulullah.org/

http://www.majelisrasulullah.org/

Entri ini dituliskan pada Maret 27, 2008 pada 17:50 dan disimpan dalam Maulid. Anda bisa mengikuti setiap tanggapan atas artikel ini melalui RSS 2.0 pengumpan. Anda bisa tinggalkan tanggapan, atau lacak tautan dari situsmu sendiri.

SukaBe the first to like this post.
3 Tanggapan to “Pendapat para ulama tentang Maulid Nabi saw”
BID’AHKAH PERINGATAN MAULID NABI?? « Cahaya Kebenaran berkata
Mei 6, 2008 pada 02:36
[...] April 21, 2008 pada 10:25 pm Sebagai penyeimbang ttg hukum memperingati Maulid, coba simak ini Pendapat Para Ulama Ahlu sunnah wal jamaah ttg Maulid. Masih ada yg lain. Namun itu saya kira mencukupi. Semoga manfaat Artikel di atas dinukil dari [...]

Balas

orgawam berkata
Agustus 18, 2008 pada 04:43
Pendapat para ulama ini ku kirim ke sebuah blog yang membid’ahkan Maulid. Setelah sekian lama menunggu moderasi, akhirnya tak lolos sensor. Entahlah .. kenapa. Alamatnya di sini,
http://kautsarku.wordpress.com/

Balas

M. Ali Sadikin berkata
Agustus 30, 2009 pada 17:38
Alhamdulillah, penjelasan seperti ini yang aku dan orang-orang cari-cari.

Balas